Rakyat Desa, Negari, Gempong, Marga, dan Sejenisnya Menjadi Korban Pemerintah Desa dan Pemerintah Atasan

  • Hanif Nurcholis Universitas Terbuka
Abstract views: 246 , PDF downloads: 470
Keywords: Yang Memerintah dan Yang Diperintah, perantara (tussenpersoon atau mediator), Korban

Abstract

Hubungan antara Yang Memerintah dengan Yang Diperintah menciptakan tiga relasi: 1) Yang Memerintah sebagai pelayan kepada warga negara dan Yang Diperintah sebagai penerima layanan publik; 2) Yang Memerintah sebagai penjual barang-barang publik dan Yang Diperintah sebagai pembelinya secara gratis; dan 3) Yang Memerintah sebagai penguasa yang tidak bertanggung jawab dalam memberikan layanan publik dan layanan civil dan Yang Diperintah sebagai korban. Pembentukan pemerintah desa di bawah UU No.
6/2014 menciptakan relasi antara Yang Memerintah dengan Yang Diperintah dimana Yang Diperintah (rakyat desa) sebagai korban. Hal ini terjadi karena desain dan struktur organisasi yang dibangun tidak menjadikan Pemerintah Desa sebagai instrumen pelayanan publik di desa tapi hanya sebagai perantara (tussenpersoon atau mediator) antara Yang Memerintah dengan Yang Diperintah. Pemerintah Desa tidak mempunyai organ yang melayani rakyat desa. Akibatnya rakyat desa tidak mendapatkan pelayanan kesehatan, pendidikan, irigasi,
pertanian, perikanan, transportasi publik perdesaan, industri, dan perdagangan. Kegiatan Pemerintah Desa secara aktual hanya mengeluarkan Surat Keterangan, memobilisasi rakyat untuk membangun infrastruktur melalui lembaga korporatis buatan Negara (RT, RW, PKK, LPM, P3A, dan Karang Taruna), menarik pajak, membuat laporan penduduk, dan melaksanakan proyek Pemerintah Atasan. Untuk itu, Pemerintah Desa perlu direformasi menjadi pemerintah lokal otonom modern dengan fungsi menyejahterakan rakyat yang dilakukan dengan cara memberi layanan publik dan layanan civil kepada rakyat desa.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Denhardt, Janet Vinzant dan Denhardt, Robert B. (2003). The New Public Service: Serving, Not Steering. New York: M.E. Sharpe, Inc.

Joeniarto. (1967). Pemerintahan Lokal (Asas Negara Kesatuan Dengan Otonomi Yang Seluas-luasnya dan

Perkembangan Serta Pokok- Pokok Pemerintahan Lokal). Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada

Yogyakarta.

Kurasawa, Aiko. (1993). Mobilisasi dan Kontrol, Studi tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945.

Jakarta: Grasindo

_____________. (2015). Kuasa Jepang di Jawa. Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. Depok: Komunitas Bambu

Ndraha, Taliziduhu. (2003). Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta: Reineka Cipta.

Onghokham. (1975). The Residency of Madiun Priyayi and Peasant in The Nineteenth Century. USA: Yale

University.

Schmitter, Philippe C. (1974). “Still the Century of Corporatism?" The Review of Politics, Vol. 36, No. 1, The New

Corporatism: Social and Political Structures in the Iberian World (Jan., 1974), pp. 85-131. UK:

Cambridge University Press for the University of Notre Dame du lac

Undang-Undang Dasar 1945 (Sebelum

Amandemen)

Undang-Undang Dasar 1945 (Sesudah Amandemen)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Inlandsche Gemeente Ordonnantie 1906

Inlandsche Gemeente Ordonnantie Buitengewesten 1938

Published
2019-03-04
How to Cite
Nurcholis, H. (2019). Rakyat Desa, Negari, Gempong, Marga, dan Sejenisnya Menjadi Korban Pemerintah Desa dan Pemerintah Atasan . Jurnal Ilmu Administrasi Negara ASIAN (Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara), 7(1), 1 - 12. https://doi.org/10.47828/jianaasian.v7i01.20
Section
Articles